Kamis, 28 Desember 2017

Waspada Difteri

WASPADA DIFTERI

Difteri menjadi topik hangat yang diperbincangan di ujung tahun 2017. Penyakit ini mewabah di Indonesia. Program imunisasi yang selama ini dijalankan seakan tidak berguna dan sia-sia. Departemen kesehatan pun siaga satu mengatasi wabah ini dengan melakukan vaksinasi atau imunisasi. Efektifkah program imunisasi dalam mengatasi wabah difteri ?.

Imunisasi merupakan salah satu program pemerintah yang dilakukan di posyandu (pos pelayanan terpadu). Program imunisasi ini dilakukan dalam rangka memberikan kekebalan pada bayi dan anak-anak dengan memasukan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat antibodi untuk mencegah datangnya penyakit.

Terdapat lima imunisasi dasar  yang diberikan pada bayi dibawah lima tahun. Pemberian imunisasi dasar ini dilakukan dengan memasukan 5 vaksin yang diberikan sesuai umur bayi. Lima imunisasi dasar tersebut yaitu hepatitis B,BCG dan polio1, DPT 1 dan polio 2, DPT 2 dan polio 3, DPt 3 dan polio 5 dan campak.

Tujuan program imunisasi dasar ini adalah melindungi putra-putri Indonesia dari berbagai macam penyakit,seperti hepatitis B, tuberkulosis (TBC), difteri, pertusis atau batuk rejan, tetanus, polio atau kelumpuhan dan campak.

Program imunisasi ini di berikan secara gratis di posyandu. Namun, meskipun demikian kesadaran Masyarakat akan pentingnya imunisasi dasar masih sangat rendah. Ketakutan akan dampak imunisasi seperti badan anak menjadi panas dan keraguan akan kehalalan vaksin yang diberikan menjadi faktor penyebabnya. Sehingga program imunisasi sangat jauh dari jumlah sasaran  yang ditargetkan. Hal ini menyebabkan masyarakat rentan terkena wabah penyakit. Akibatnya di ujung tahun 2017 ini, penyakit difteri mewabah di Indonesia.

Menurut dokter Marianti difteri merupakan penyakit infeksi oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae. Pada umumnya penyakit ini menyerang selaput lendir pada hidung dan tenggorokan, serta terkadang menyerang kulit dan meninggalakan luka.

Penderita difteri terkadang tidak menimbulkan gejala apapun, sehingga masyarakat dan dirinya sendiri tidak menyadari bahwa dia terinfeksi. Gejala penyakit ini biasanya terlihat setelah inkubasi selama 2 atau 5 hari . Adapun gejala yang dapat teramati  meliputi :
1. Terbentuknya lapisan tipis berwarna abu-abu yang menutupi tenggorokan dan amandel
2. Demam dan menggigil
3. Sakit tenggorokan dan suara serak
4. Sulit bernapas atau napas cepat
5. Pembengkakan kelenjar limfe pada leher
6. Lemas dan lelah
7. Pilek, yang awalnya cair tapi kemudian menjadi kental dan terkadang disertai darah
8. Timbul luka borok pada kulit

Penyakit difteri termasuk penyakit yang berbahaya karena dapat menyebabkan kematian. Penularan difteri terjadi dengan sangat mudah. Berikut ini beberapa cara penularan difteri yang  perlu diwaspadai, yaitu :
1. Terhirup percikan ludah penderita difteri di udara saat pendderita bersin atau batuk
2. Bersentuhan dengan  barang-barang yang terkontaminasi oleh bakteri, seperti mainan atau handuk
3. Bersentuhan langsung dengan luka borok (ulkus) yang terdapat di kulit penderita.

Pencegahan efektif terhadap penyakit difteri adalah melalui imunisasi. Imunisasi yang dapat mencegah penyakit ini adalah imunisasi DPT (difteri, pertusi dan tetanus). Imunisasi DPT ini diberikan 5 kali pada saat anak berusia 2 bulan, 3 bulan,4 bulan, satu setengah tahun dan lima tahun.

Anak berusia 7 tahun yang belum mendapatkan imunisasi DPT, dapat diberikan vaksin DPT sesuai anjuran dari dokter.  Sedangkan untuk anak yang  sudah berusia 7 tahun dan belum mendapatkan vaksin DPT dapat mendapatkan vaksin sejenis yang disebut Tdap/Td. Vaksin Td ini dapat diberikan setiap 10 tahun sekali untuk memberikan perlindungan optimal.

Pengobatan difteri dilakukan dengan dua cara, yaitu pemberian antibiotik dan  antitoksin. Antibiotik  diberikan untuk membunuh bakteri dan menyembuhkan infeksi. Antitoksin diberikan  untuk menetralisir racun difteri yang menyebar dalam tubuh. Pengobatan penderita difteri ini harus dilakukan secara terisolasi atau terpisah dari pasien lainnya untuk mencegah penularan. Selain penderita, orang yang berada di sekitar penderita termasuk dokter yang merawat penderita disarankan memeriksakan diri dan mendapatkan antibiotik karena penyakit ini sangat mudah menular.

Penangan wabah difteri di Indonesia sendiri dimulai sejak penyakit ini teridentifikasi. Imunisasi difteri pun dilakukakan sejak 10 desember 2017 melalui program outbreak response immunization (ORI). Program ORI ini baru dilakukan di tiga provinsi yaitu Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat.  Dalam rapat terbatas di Istana Bogor pada hari rabu, 27 Desember 2017 menteri kesehatan Nila Moeloek memastikan imunisasi difteri akan diperluas secepatnya (Temo.co)

Elizabeth jane Soepardi  sebagai direktur surveilans dan karantina  kesehatan, kementerian kesehatan  mengatakan  bahwa untuk mencegah penularan difteri secara luas masyarakat dihimbau untuk tidak membeli terompet. Lebih lanjut beliau mengatakan difteri sangat mudah menular melalui percikan air ludah dan  percikan air ludah tersebut akan keluar saat seseorang meniup terompet. Dan orang tersebut belum tentu bebas dari  infeksi difteri (Republika.co.id).




Sumber :
1. Dr. Maranti.  2017. www.alodokter.com.difteri-Gejala,penyebabdan mengobati-alodokter
2. Istman dan Ninis.  2017. https://nasional.tempo.co. Wabah difteri, Pemerintah perluas imunisasi ke semua provinsi-Nasional Tempo
3. Gumanti Awaliyah dan Andi Nur.  2017. http://m.republika.co.id. Kemenkes sebut terompet berpotensi tularkan dipteri



#onedayonepost
#nonfiksi
#temaaktual
#secercahperjuangan.blogspot.com

1 komentar:

  1. Difteri jadi penyakit berbahaya sekarang. Anak2 dan dewasa harus waspada semua

    BalasHapus