Minggu, 08 Oktober 2017

Pembelajaran ipa Abad 21

PEMBELAJARAN IPA ABAD 21
Oleh : Desi Diana,S.Pd


Pembelajaran merupakan salah satu proses yang terjadi dalam dunia pendidikan. Proses pembelajaran yang direncanakan dengan baik akan menghasilkan tujuan yang sesuai dengan harapan. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan mengubah kurikulum yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menjadi Kurikulum 2013. Pelaksanaan kurikulum 2013 diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang sesuai dengan perkembangan zaman. Tetapi kenyataannya proses pendidikan di Indonesia di tahun 2017 ini masih belum sesuai harapan. Perkembangan yang cepat di bidang teknologi dan komunikasi di abad 21 ini tidak secepat perkembangan kualitas sumber daya manusi (SDM) yang dihasilkan  lembaga pendidikan. Inovasi dalam proses pembelajaran harus dilakukan, sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai dan dihasilkan lulusan terbaik yang sesuai tuntutan abad 21.

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu pelajaran yang diujikan secara nasional di Indonesia. Pelajaran ini termasuk pelajaran yang menakutkan bagi Peserta didik. Materi yang diajarkan di IPA bukan hanya teori, tetapi juga praktek dan hitungan. Beberapa siswa yang tidak suka hitungan dan lemah dalam hapalan kurang menyukai pelajaran ini. Pembelajaran yang disajikan dengan menarik dan sesuai dengan kebutuhan Zaman diharapkan meningkatkan minat dan prestasi Peserta didik dalam pelajaran IPA. Peran Guru sebagai pengajar dalam hal ini sangat berperan penting.oleh karena itu kualitas dan profesionalitas guru harus senantiasa ditingkatkan. Guru merupakan kunci keberhasilan dalam proses pembelajaran. Kurikulum dan prasarana yang baik tanpa diikuti dengan Guru profesional akan menyebabkan tujuan pendidikan sulit tercapai. Guru profesional akan senantiasa melatih dirinya agar memiliki kemampuan dan keterampilan mengajar yang baik. Mempraktekkan ilmu yang didapatkannya dengan menyampaikan materi dalam kelas secara menarik sehingga Peserta didik tertarik mempelajari materi yang diajarkan dan mudah memahaminya.

Abad 21 merupakan era meningkatnya teknologi di berbagai negara. Pada abad 21 ini, Para siswa dituntut menguasai teknologi dan terampil dalam berkolaborasi. Kemampuan literasi juga harus dikuasai dengan baik,oleh karena itu proses pembelajaran yang hanya berupa teori sudah tidak sesuai dengan abad ini. Pada abad 21 para siswa dituntut memiliki keterampilan hidup dan kemampuan yang sesuai dengan lapangan kerja. Pembelajaran yang menginetegrasikan berbagai disiplin ilmu dan berupa praktek nyata  sangat tepat diterapkanMenghadapi abad 21, proses pembelajaran di kelas tidak boleh hanya didominasi Guru. Keterlibatan Peserta didik dalam proses pembelajaran harus ditingkatkan. Berbagai media dan model pembelajaran harus sering digunakan untuk mengatasi kejenuhan dalam proses pembelajaran. Salah satu proses pembelajaran yang sedang berkembang di Negara maju dalam pembelajaran IPA adalah  literasi sains. Literasi sains merupakan pembelajaran IPA dengan mengajak Peserta didik memahami materi IPA dan mampu mengaplikasikannya untuk menyelesaikan masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari mereka. Menurut OECD kepanjangan dari Organization for Economic Cooperation and Development (2014) literasi sains adalah kemampuan setiap individu untuk memahami dan mengaplikasikan pengetahuan dalam memecahkan persoalan yang berkaitan dengan sains dan teknologi dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran IPA dengan litersai sains, membuat Peserta didik selain pandai secara teori juga mahir secara praktik. Selian itu Peserta didik juga dapat mengaplikasikan materi yang dipelajarinya untuk menjelaskan setiap fenomena  alam yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajaran literasi Sains ini tentu akan berjalan baik, jika didukung oleh Guru yang kreatif, inovatif dan mau belajar.

Terdapat studi internasional yang digunakan untuk melihat tingkatan kemampuan literasi sains yaitu OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) dan diadakan setiap tiga tahun sekali yang dimulai sejak tahun 2000. Studi tersebut dinamakan PISA (Programme for International Student Assessment). Indonesia telah mengikuti program PISA sejak tahun 2000 hingga 2012. Dalam keikutsertaannya, nilai literasi sains siswa tidak mengalami kemajuan. Hal ini dilihat dari skor literasi sains peserta didik Indonesia dari tahun 2000-2012 berturut-turut adalah 393, 361, 393, 383, 382. (OECD, 2003; 2004; 2007; 2010; 2014). Hasil analisis terhadap skor literasi sains PISA tahun 2012 peserta didik Indonesia berada pada level terendah (level 1) sebesar 41,9 %  dan level tertinggi di level 4 sebesar 0,6% dari 6 (enam) level kemampuan yang dirumuskan PISA, sementara banyak di antara peserta dari negara lain yang bisa mencapai level 5 dan 6 (OECD, 2014). Hal ini merupakan tantangan bagi para praktiksi pendidikan untuk giat dan semangat dalam meningkatkan literasi sains siswa Indonesia (Tobing,2016).

Selain literasi sains, proses pembelajaran IPA yang sedang marak dilakukan di negara maju seperti Amerika dan jepang adalah pendekatan Literasi STEM. Literasi STEM merupakan proses pembelajaran yang mengintegrasikan science, technology, engineering, dan mathematics. Proses pembelajaran ini membuat Peserta didik memahami materi secara utuh dan lebih bermakna. Peserta didik  menggunakan matematika dalam melakukan pengukuran dan perhitungan, sains dalam penyelidikan, enjenering dalam merancang suatu produk dan teknologi dalam membuat suatu inovasi. Literasi STEM membuat Peserta didik lebih kreatif, kritis dan inovatif. Pengetahuan dan keterampilan yang Peserta didik kuasai sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari dan dunia kerja. Oleh karena itu, literasi STEM sangat tepat diterapkan dalam setiap pelajaran di Indonesia, terutama IPA.

Literasi STEM sangat sejalan dengan kurikulum 2013 yang membuat siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran. Proses saintific dalam kurikulum 2013 sangat kental dalam literasi STEM. Literasi STEM menuntut Peserta didik menjadi seorang peneliti dan merancang suatu produk yang tepat guna. Peserta didik tidak hanya menghapalkan teori, fakta dan mendengarkan penjelasan Guru yang membuat proses pembelajaran menjenuhkan. Pembelajaran dengan literasi STEM membuat Peserta didik aktif merencanakan dan melaksankan pembelajarannya sendiri dengan dibimbing oleh Guru. Praktek Literasi STEM dalam proses pembelajaran dapat dipadukan dengan berbagai model pembelajaran yang disarankan di kurikulum 2013. Model pembelajaran tersebut yaitu Project base learning (PJBL) , Problem base learning (PBL) dan Discovery learning (DL). Model pembelajaran sangat mendukung keberhasilan proses pembelajaran di dalam kelas. Beragam model pembelajaran yang ada harus dipilih oleh guru agar sesuai dengan materi dan tujuan pembelajaran. Setiap model pembelajaran meiliki ciri khas tersendiri yang memiliki sintak yang pasti. Pemilihan model pembelajaran dalam proses pembelajaran tentu harus diseuaikan dengan materi yang diajarkan, hal ini tentu membutuhkan kreatifitas dan kejelian seorang Guru.

Pendekatan Literasi STEM di Indonesia belum begitu populer, seperti di negara Amerika tetapi pemerintah mulai tertarik memasukkan ke kurikulum (Republika,2015). Beberapa sekolah swasta belakangan ini sudah menerapkan literasi STEM dalam proses pembelajaran. Pengalaman saya pribadi sebagai guru IPA dalam proses pembelajaran  pernah menerapkan Literasi STEM di kelas VII pada materi tata surya. Materi tata surya merupakan materi abstrak yang sulit diamati langsung oleh Peserta didik karena teri yang diamati berupa benda yang berukuran sangat besar dan berjarak sangat  jauh. Guru IPA pada umumnya mengajarkan materi tata surya dengan bantuan power point dan menjelaskan materi dengan metode ceramah kepada peserta didik. Metode ini memang menambah pengetahuan peserta didik, tetapi sangat membosankan, karena peserrta didik hanya memperhatikan slide persentasi dan mendengarkan Guru ceramah.

Penerapan literasi STEM yang saya lakukan dalam materi tata surya adalah melalui penyusunan bahan ajar bermuatan literasi STEM yang diambil dari berbagai sumber. Bahan ajar tersebut kemudian digunakan dalam proses pembelajaran. Melalui bahan ajar tersebut Peserta didik dapat mencari tahu lebih dalam tentang materi tata surya melalui membaca bahan ajar. Bahan ajar tersebut bukan hanya berisi fakta dan teori saja, tetapi berisi fenomena tentang tata surya yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari peserta didik. Fenomena alam tersebut yaitu seperti  bintang yang hanya terlihat di malam hari, super moon, gerhana, dan fenomena lainnya. Selain itu dalam bahan ajar terdapat gambar benda-benda langit dan fenomena tata surya sehingga Peserta didik tidak bosan saat membaca. Matematika juga dikemas dalam bahan ajar ini dengan memasukan materi kepler dalam menghitung jarak matahari dan benda langit, serta pada materi menghitung eksenrisitas planet. Bahan ajar ini juga dilengkapi dengan penelitian yang harus peserta didik lakukan, sehingga Peserta didik mencari dan menemukan konsep tentang tata surya secara mandiri tanpa diberi tahu oleh Guru. Hal ini akan membuat konsep tersebut mudah diingat oleh Peserta didik dan keterampilan proses sains (KPS) peserta Didik juga meningkat. Kelebihan lain dari bahan ajar ini juga  terdapat percobaan yang harus dilakukan Peserta didik seperti membuat teropong,miniatur tata surya,panel surya,roket sederhana dari bahan-bahan yang ada di lingkungan sekolah. Kegiatan percobaan ini, tentu saja akan meningkatkan kreatifitas dan kerjasama Peserta didik.

Pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan Literasi STEM yang saya lakukan selama ini dipadukan dengan model pembelajaran project base learning (PJBL). Model ini saya ambil karena untuk membuat produk yang berkaitan dengan tata surya dibutuhkan waktu yang cukup lama, sehingga proses pengerjaanya dilakukan secara kelompok di luar jam pelajaran. Penilaian produk yang dihasilkan dilakukan dengan menilai proses pembuatan berupa video rekaman proses pembutan dan produk hasil yang telah jadi. Melalui model ini, Siswa lebih mandiri dalam mengerjakan tugasnya dan bebas mendesain produknya sendiri tanpa harus terikat dengan arahan Guru atau petunjuk yang ada di buku ajar. Peserta didik boleh mendessain produknya sendiri dari melihat di internet atau idenya sendiri.
Manfaat yang saya peroleh dalam penerapan pendekatan Literasi STEM ini sangat banyak sekali. Peserta didik yang biasanya banyak ngobrol dan bercanda di kelas menjadi fokus mengikuti pembelajaran. Pendekatan literasi STEM membuat peserta didik lebih termotivasi dan tertarik mengikuti pembelajaran. Hasil penilaian peserta didikpun meningkat, terutama peserta didik yang lemah dalam teori menjadi terbantu dengan penerapan pendekatan literasi STEM. Harapan saya semoga pendekatan literasi STEM dalam pembelajaran IPA khususnya dan pelajaran lain dapat diterapkan di Indonesia, sehingga Peserta didik bukan hanya pintar secara teori tetapi juga  terampil dalam memahami dan memecahkan masalah yang ada di lingkungannya. Mereka menjadi generasi penerus bangsa yang kritis, kreatif dan inovatif.

Sumber :
Republika. (2015). Indonesia Perlu Masukkan Aspek STEM dalam Pendidikan. Tersedia: http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction/15/03/08/nkvou7-indonesia-perlu-masukkanaspek-stem-dalam-pendidikan  Dikses: 18 November 2015 (11:05)

Tobing, Y.  2016.  Literasi Sains Siswa Indonesia. Ayobelajarsains.com 



1 komentar: